Hukum Nikah Saat Hamil
7:46 AM
Diposkan oleh Rizky Pranata B
Bagaimana Hukumnya Nikah Saat Hamil?
Pertanyaan
Assalamualaikum wr wb
Bagaimana hukumnya pernikahan yang dilakukan saat, mempelai wanitanya
sedang dalam keadaan hamil akibat hubungan pra nikah. Saat ini banyak
kejadian anak SMA hamil diluar nikah kemudian langsung dinikahkan oleh
keluarganya untuk menutupi aib. Apakah pernikahan itu sah? Apakah
setelah anak itu lahir pernikahan harus diulang.
Dan jika tidak ada pernikahan ulang, apakah selama pasangan suami isteri
itu tinggal bersama itu termasuk dalam perbuatan zinah. Mohon
penjelasannya Pak Ustadz.
Makasih Wassalam Wr wb
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Sebelum sampai kepada
jawaban, rasanya kita perlu membedakan terlebih dahulu kasusnya, agar
tidak terjadi salah paham. Sebab kalimat 'menikahi wanita hamil' itu
sesungguhnya masih mengandung banyak kekurangan informasi.
Misalnya, bagaimana status dan kedudukan wanita itu, apakah sudah
menikah atau belum? Lalu siapakah yang diharamkan untuk menikahinya,
apakah suaminya, atau suami orang lain? Ataukah wanita itu belum punya
suami lalu berzina dengan seseorang, lalu siapa yang diharamkan untuk
menikahinya? Laki-laki yang menzinainya kah? Atau laki-laki lain yang
tidak berzina dengannya?
Semua harus kita petakan terlebih dahulu, karena tiap-tiap kasus akan berbeda- beda hukumnya.
1. Kasus Pertama
Seorang wanita sudah menikah dan sedang dalam keadaan hamil, lalu
berhubungan seksual dengan suaminya, maka hukumnya halal. Sebab hubungan
suami isteri tidak terlarang, bahkan pada saat hamil sekali pun. Lagi
pula, dia melakukannya dengan suaminya sendiri. Maka hukumnya halal.
2. Kasus Kedua
Seorang wanita sudah menikah dan sedang dalam keadaan hamil. Suaminya
meninggal atau menceraikannya. Maka wanita ini diharamkan menikah,
apalagi melakukan hubungan seksual dengan laki-laki lain.
Sebab wanita itu masih harus menjalankan masa iddah, yaitu masa di mana
dia harus berada dalam posisi tidak boleh menikah, bahkan termasuk ke
luar rumah dan sebagainya. Dan masa iddah wanita yang hamil adalah
hingga dia melahirkan anaknya.
3. Kasus Ketiga
Seorang wanita hamil di luar nikah yang syar'i (berzina), lalu untuk
menutupi rasa malu, keluarganya menikahkannya dengan orang lain. Yaitu
laki-laki lain yang tidak menzinainya.
Dalam hal ini, para ulama mengharamkan terjadinya hubungan seksual
antara mereka. Adapun apakah boleh terjadi pernikahan saja, tanpa
hubungan seksual, ada dua pendapat yang berkembang.
Pendapat pertama, hukumnya haram. Dan kalau dinikahkan juga, maka
pernikahan itu tidak sah alias batil. Di antara para ulama yang
mengatakan hal ini adalah Al-Imam Malik, Imam Ahmad bin Hanbal dan
jumhur ulama.
Karena yang namanya suami isteri tidak mungkin diharamkan dalam
melakukan hubungan seksual. Jadi menikah saja pun diharamkan, kecuali
setelah anak dalam kandungan itu lahir.
Pendapat kedua, hukumnya halal dan pernikahan itu sah. Asalkan selama
anak itu belum lahir, suami itu tetap tidak melakukan hubungan seksual
dengannnya. Suami harus menunggu hingga lahirnya bayi dalam perut. Baik
dalam keadaan hidup atau mati.Pendapat ini dikemukakan oleh Al-Imam
Asy-Syafi'i dan Imam Abu Hanifah.
Perbedaan pendapat para ulama ini berangkat dari satu dalil yang
dipahami berbeda. Dalil itu adalah dalil tentang haramnya seorang
laki-laki menyirami ladang laki-laki lain.
Dari Rufai' bin Tsabit bahwa Nabi SAW bersabda, "Siapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah menyiramkan airnya pada
tempat yang sudah disirami orang lain." (HR Tirmizi dan beliau
menghasankannya)
Jumhur ulamayang mengharamkan pernikahan antara mereka mengatakan bahwa
haramnya 'menyirami air orang lain' adalah haram melakukan akad nikah.
Sedangkan As-Syafi'i dan Abu Hanifah mengatakan bahwa yang haram adalah
melakukan persetubuhannya saja, ada pun melakukan akad nikah tanpa
persetubuhan tidak dilarang, karena tidak ada nash yang melarang.
4. Kasus Keempat
Seorang wanita belum menikah, lalu berzina hingga hamil. Kemudian untuk
menutupi rasa malunya, dia menikah dengan laki-laki yang menzinainya
itu.
Dalam hal ini para ulama sepakat membolehkannya. Karena memang tidak ada
larangan atau pelanggaran yang dikhawatirkan. Setidaknya, Al-Imam Asy-
syafi'i dan Abu Hanifah rahimahumallah membolehkannya. Bahkan mereka
dibolehkan melakukan hubungan seksual selama masa kehamilan, asalkan
sudah terjadi pernikahan yang syar'i antara mereka.
Karena illat (titik point) larangan hal itu adalah tercampurnya mani
atau janin dari seseorang dengan mani orang lain dalam satu rahim yang
sama. Ketika kemungkinan itu tidak ada, karena yang menikahi adalah
laki-laki yang sama, meski dalam bentuk zina, maka larangan itu pun
menjadi tidak berlaku.
Seringkali ada orang yang tetap mengharamkan bentuk keempat ini, mungkin
karena agak rancu dalam memahami keadaan serta titik pangkal
keharamannya.
Pendeknya, kalau wanita hamil menikah dengan laki-laki yang menzinainya,
maka tidak ada dalil atau illat yang melarangnya. Sehingga hukumnya
boleh dan sesungguhnya tidak perlu lagi untuk menikah ulang setelah
melahirkan. Karena pernikahan antara mereka sudah sah di sisi Allah SWT.
Bahkan selama masa kehamilan itu, mereka tetap diperbolehkan untuk
melakukan hubungan suami isteri. Jadi mengapa harus diulang?
Perbedaan Antara Wanita Pezina dengan Wanita Yang Pernah Berzina
Satu hal lagi yang perlu dijelaskan duduk perkaranya adalah perbedaan
hukum antara dua istilah. Istilah yang pertama adalah 'wanita pezina',
sedangkan yang kedua adalah 'wanita yang pernah berzina'.
Antara keduanya sangat besar bedanya. Wanita pezina itu adalah wanita
yang pernah melakukan zina, belum bertaubat, bahkan masih suka
melakukannya, baik sesekali atau seringkali. Bahkan mungkin punya
pandangan bahwa zina itu halal.
Wanita yang bertipologi seperti ini memang haram dinikahi, sampai dia
bertaubat dan menghentikan perbuatannya secara total. Dan secara tegas,
Allah SWT telah mengahramkan laki-laki muslim untuk menikahi wanita
pezina. Dan wanita seperti inilah yang dimaksud di dalam surat An-Nur
berikut ini.
Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina,
atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini
melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang
demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mu'min. (QS. An-Nur: 3)
Adapun wanita yang pernah berzina, lalu dia menyesali dosa-dosanya,
kemudian bertaubat dengan taubat nashuha, serta bersumpah untuk tidak
akan pernah terjatuh di lubang yang sama untuk kedua kalinya, maka
wanita seperti ini tidak bisa disamakan dengan wanita pezina.
Ayat di atas tidak bisa dijadikan dalil untuk mengharamkan pernikahan
bagi dirinya, hanya lantaran dia pernah jatuh kepada dosa zina.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Popular Posts
-
Tengkurap di atas tikar dengan bertopang pada siku tangan, pria bernama Faisal Rusdi itu menyapukan kuas pada kanvas lukis yang tersand...
-
Di dalam sebuah sumur menetas dan tumbuh hampir bersamaan tiga ekor binatang, yaitu seekor siput, kura-kura, dan katak. Mereka bersaha...
-
Nama anak ini yaitu Caine Monroy. Berbeda dengan tingkah-pola anak-anak seumurannya, Caine saat ini memiliki toko mainan yang terbuat...
-
Ada-ada saja cara Rusia menciptakan terbentuknya kawanan sosial yang semakin akrab diantara mereka, ya, sebuah cara membuat sebuah k...
-
Siapa tidak kenal dengan Tukul Arwana? Ya, banyolan yang khas, tepuk tangan ala monyet, bahasa inggris yang kacau, kepolosan dan penam...
-
Banjir…banjir…banjir menyerang Jakarta. Yups, beginilah keadaan ibukota sekarang ini. Bundaran HI seperti ibarat kolam ditengah kola...
-
MOSKOW – Seorang seniman Rusia, Nikolai Aldunin, membuat kreasi karya seni miniatur yang sangat menakjubkan. Aldunin membuat sebuah ukir...
-
Istri ke-1 : Tua dan jelek, biasanya tidak diperhatikan. Istri ke-2 : Agak cakep, agak diperhatikan. Istri ke-3 : Lumayan cakep dan cukup ...
-
Seorang pemuda mempunyai 3 pertanyaan. Ia mencari seorang guru agama yang bisa menjawab pertanyaannya. "Apakah anda bisa menjawab per...
-
Suatu senja, seorang wanita melangkahkan kaki mendekati kediaman Nabi Musa. Setelah mengucapkan salam, dia masuk sambil terus menunduk. Ai...
Post a Comment